"Students
Today, Pharmacists Tomorrow",
slogan IPSF ini begitu menggambarkan keadaan
kita sekarang. Memang, hari ini kita hanyalah seorang mahasiswa, tetapi
beberapa tahun ke depan, kita adalah seorang farmasis atau apoteker yang
memegang peranan dan tanggung jawab penting dalam dunia kesehatan.
Seberapa
jauh kita telah belajar agar kelak siap mengemban amanah tersebut? Menjadi
sesosok profesional yang tak boleh salah, karena menyangkut nyawa ciptaan-Nya.
Pernahkah
kamu sebagai seorang mahasiswa farmasi ditanya seputar obat dan pengobatan
kemudian kamu tak tahu jawabannya? Beralasan kita masihlah pelajar dan
sepertinya hal tersebut belum kita pelajari atau belum menjadi urusan kita.
Memang benar, sekarang belum, tapi kelak akan, kelak gelar Apt. harus kita
pertanggungjawabkan.
Kesiapan
itu tak datang sendirinya. Pembelajaran. Dimana pun kita belajar sekarang, saya
yakin, tuntutan akademis untuk seorang mahasiswa farmasi tidaklah ringan. Science dasar, penerapan teknologi,
maupun ilmu-ilmu sosial seperti pelayanan atau manajemen ada dalam deretan mata
kuliah kita. Belum kemudian peraturan-perturan negara tentang kesehatan.
Seorang calon farmasis belajar ilmu secara komprehensif untuk kemudian menjadi
landasannya menetapkan keputusan.
Perkembangan
ilmu farmasi di dunia tidak luput dari hal yang perlu kita pelajari. Lewat
berbagai events, para profesional farmasis perlu meng-upgrade ilmunya agar tak
tertinggal oleh kemajuan dunia pengobatan. Begitu pula kita, mahasiswa, calon
apoteker Indonesia.
Lewat
APPS, sebuah acara yang melibatkan mahasiswa farmasi se-Asia Pasific, kita bisa
memperluas pengetahuan kefarmasian global. Terdapat kegiatan-kegiatan yang siap
membuat kita lebih kenal akan profesi kita seperti simposium, workshop, campaign, dan field trip. Pada APPS tahun ini di Jepang, setidaknya ada tiga
simposium dan lebih dari 10 workshop yang diagendakan. Simposium-simposium
menghadirkan para ahli untuk memberikan materi. Simposium pertama berbicara
tentang Self-Medication di Jepang dan
peranannya yang sangat besar mengingat jumlah populasi orang tua yang banyak
dan peningkatan pasien yang terkena penyakit-terkait-lyfestyle. Simposium kedua
bertema “Scientist as Pharmacist,
Pharmacist as Scientist” membahas penelitian untuk penemuan dan
perkembangan obat baru, juga perkembangan PC-SOD yang dilakukan oleh Mr. Tohru
Mizushima, pemateri pada simposium ini. Simposium ketiga diberikan oleh Mrs.
Fumiko Hibayashi, materinya seputar NTDs (Neglected
Tropical Diseases) dan solusinya, yaitu Product
Development Partnerships (PDPs). PDPs adalah program kerjasama berbagai
pihak, sesuai keahliannya masing-masing (ada yang dalam bidang vaksin,
diagnostic, therapeutic, dll) untuk merumuskan produk pengobatan dalam waktu
yang lebih singkat dan sesuai dengan kebutuhan pasien.
Selain
dari kegiatan formal, sosialisasi kita dengan teman-teman pun menjadi ilmu
berharga yang didapat di APPS. Bersosialisasi bisa kita lakukan di
workshop--dimana biasanya akan terdapat diskusi grup-- dan waktu-waktu luang
lain. Kita jadi tahu bagaimana pendidikan dan mahasiswa farmasi di
negara-negara lain, juga bagaimana dunia kesehatan mereka. Di Malaysia, pasien
hanya perlu membayar 1 MYR (ringgit malaysia) di RS umum untuk kemudian
mendapatkan pelayanan kesehatan yang mereka perlukan (dan 3 MYR jika ada
tindakan operasi). Di Thailand, seorang calon farmasis harus berkunjung 1
minggu sekali ke daerah yang ditetapkan untuk melakukan home visite bersama
tenaga kesehatan lain. Dunia farmasi di Algeria banyak menekankan studi pharmacovigilance,
dimana kosakata itu baru saya dengar dari teman-teman Algerian. Di beberapa
negara, pendidikan farmasi cukup dengan 4 tahun, sedangkan pada negara lain ada
yang sampai 6 tahun. Ada pula negara yang membolehkan farmasis melakukan
vaksinasi, dimana di Indonesia tidak, dan banyak lagi informasi lainnya.
Pembelajaran,
bukan hanya ketika kita berstatus pelajar atau mahasiswa, tetapi juga ketika
kita telah menyandang gelar sebagai seorang apoteker. APPS telah menyadarkan
saya bahwa banyak sekali bab ilmu yang belum saya pelajari. Merasa tertampar
karena tak kenal dengan satu nama obat yang ditanyakan pembicara di sesi
konseling pasien. Termotivasi untuk terus-menerus belajar dan memperluas
wawasan. Semoga bukan hanya saya yang termotivasi, tapi kita semua, untuk
mewujudkan Indonesia yang sehat.
Viva
la pharmacie!
#artikel APPS untuk ISMAFARSI #2013 #delegasi Indonesia #Asia Pasific Pharmaceutical Symposium