Rabu, 14 Agustus 2013

Teh, Obat tuh ada label halalnya ga sih?

Kayanya ga cuma sekali deh saya ditanya kaya gitu...Dengan terdidiknya masyarakat terhadap label halal MUI dan besarnya kebutuhan akan obat, masyarakat pun bertanya-tanya "Apakah obat yg kita konsumsi halal?", "Ko ga ada label halalnya?". Terus saya cuma bisa mesem-mesem aja kalo ditanya.. Karena bener2 ga tau.. paling-paling jawab dengan mengurai komposisi obat tsb. kalo komposisinya ga ada yg termasuk kategori haram, ya InsyaAllah obatnya halal, walau ga ada sertifikat mui-nya... nah, ternyata ada artikel menarik nih tentang obat dan he-halal-annya dari situs MUI langsung.
check this out bro!

Sangat Besar, Kepedulian Masyarakat Terhadap Kehalalan Obat

Bogor - Perhatian, minat dan kepedulian masyarakat Indonesia terhadap kehalalan obat tampak sangat besar. Demikian kesan dari pengamatan Prof.Dr. Winai Dahlan sebagai pembicara dalam Seminar Internasional Sertifikasi Halal Produk Obat, yang diselenggarakan bersama LPPOM MUI  dan UHAMKA beberapa waktu lalu di Bogor
“Kami mengira hanya sedikit peserta yang akan mengikuti seminar ini. Namun ternyata sangat banyak. Bahkan melebihi kapasitas kursi yang disediakan panitia,” ujar pendirikan sekaligus Direktur Halal Science Center Thailand ini dengan penuh ketakjuban.
Yang lebih menggembirakan lagi, menurut guru besar di Universitas Chulalongkorn yang tertua dan terkenal di Thailand ini, seminar internasional yang sangat penting ini bukan hanya didukung dan mendapat kontribusi dari pemerintah Indonesia, tetapi juga mendapat sambutan serta dukungan dari semua pihak; kalangan akademisi, industri, para ulama dan masyarakat umum. Ini menunjukkan perhatian dan minat yang sangat besar terhadap kehalalan obat.
“Kami sendiri di Halal Science Center Thailand, kami sangat mengharapkan dukungan dari pemerintah. Sementara di Indovesia ini, LPPOM MUI mendapatkan kesemuanya, dukungan pemerintah, ilmuwan, masyarakat luas termasuk kalangan industri serta bisnis, dan tentu juga dukungan dari para ulama. Maka untuk mengembangkan aspek halal obat-obatan ini harus dilakukan dengan kolaborasi dari para stakeholder tersebut,” ungkapnya lagi.
Kondisi Dhoruroh
Banyak pihak menyatakan penggunaan obat itu dengan dalih kondisi dhoruroh, sehingga tidak perlu proses sertifikasi halal. Menanggapi dalih ini, cucu dari mendiang K.H. Ahmad Dahlan, tokoh pembaruan semangat keislaman sekaligus pendiri Ormas Islam Muhammadiyah ini pun mengemukakan, memang, kalangan industri farmasi ingin bisnisnya berjalan sebagaimana biasa. Mau yang mudahnya saja. Tidak mau menanggung beban biaya tambahan. Maka digunakan ungkapan ‘penggunaan obat yang ada sebagai kondisi dhoruroh’.
Tokoh cendekiawan muslim Thailand ini pun dengan lugas menyatakan, “Tidak semua kasus penyakit dengan obatnya itu dianggap sebagai kondisi dhoruroh. Iya kan?” Jawabnya dengan nada retoris. Kemudian ia memberikan beberapa contoh, seperti obat batuk, obat luar untuk penyakit kulit, atau bahkan juga vitamin dan suplemen yang termasuk ke dalam kategori industri farmasi.
Oleh karena itu, ia menambahkan, harus ada kejelasan terlebih dahulu tentang kondisi dhoruroh itu dari para ulama serta ahli kesehatan maupun kedokteran. Dan kalau ada permintaan obat yang halal dengan ketentuan sertifikasi halal, ada peraturan, tekanan atau bahkan pemaksaan atau semacam law enforcement. Tentu kalangan farmasi akan mengikuti ketentuan dan permintaan ini. (Usm).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar